Redaktur The Indonesia Now
Hampir tak terbantah kalau pembangunan infrastruktur yang efektif dan terjaga kecepatannya -- khususnya ruas jalan, bandar udara dan dermaga-- dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja yang tak sedikit.
Kabinet Yudhoyono - Kalla jelas sadar dan berkomitmen untuk menjadikan percepatan infrastruktur sebagai strategi mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan mengurangi tingkat kemiskinan.
Ketika Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Indonesia (KKPPI) dan Bank Dunia menyebutkan angka 1300 triliun untuk membenahi kondisi infrastruktur di Indonesia maka lahirlah Infrastructure Summit I ( Februari 2005) dan II (September 2006) untuk menjaring investor.
Kurang dari dua tahun sisa pemerintah SBY-JK, tapi PR bidang infrastruktur masih menumpuk. Lalu, SBY-JK, Januari 2008 ini memutuskan meningkatkan anggaran secara signifikan untuk dua Departemen teknis yang mengurusi infrastruktur , yaitu Departemen Pekerjaan Umum (DPU) dan Departemen Perhubungan (Dephub).
Dibandingkan tahun 2007, anggaran DPU naik 41,1 persen menjadi 36,1 triliun dan Dephub naik 49 persen menjadi 16,7 triliun. Alokasi dana terbesar di DPU adalah untuk penambahan dan perbaikan ruas jalan termasuk jalan tol, sedangkan di Dephub untuk peningkatan kualitas moda transportasi udara dan laut.
Masalahnya bagaimana ‘menggugah’ aparat di kedua departemen tersebut agar bisa menyerap dengan cepat dana yang digelontorkan negara menjadi program-program yang bisa menggerakkan sektor riil dan dirasakan manfaatnya secara langsung oleh rakyat.
Tiga tahun terakhir ini daya serap anggaran, termasuk di DPU dan Dephub, bisa dibilang relatif rendah. Umumnya, disebabkan oleh perencanaan program yang kurang matang dan revisi atau penyesuaian program ditengah jalan. Hal ini mengurangi kualitas pelaksanaan anggaran, termasuk pemaksaan kegiatan secara terburu -buru pada akhir tahun, jadi tak aneh juga hasilnya tidak akan maksimal.
Sementara, pelaksanaan anggaran yang terkonsentrasi pada akhir tahun, juga membebani arus kas negara. Upaya stimulasi ekonomi juga tertunda, dan tekanan pengeluaran yang tidak seimbang dapat menimbulkan tekanan pada stabilitas ekonomi.
Tahun ini, seharusnya tak ada tempat lagi buat "kemalasan" penyerapan anggaran, apalagi cuma karena pejabat departemen takut jadi pimpinan proyek (pimpro) agar tak tersandung masalah hukum. Toh, waktu dua tahun seharusnya sudah cukup untuk beradaptasi karena dengan tata laksana Kepres No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Pemerintah SBY-JK harus bergegas di waktu yang tersisa, karena rakyat rindu pada pasokan sembako yang lancar dan murah serta nyaman dan amannya menggunakan transportasi umum.
Jangan sampai nasib infrastruktur kita sudah jatuh lalu terus-terusan ketimpa tangga. Dan jangan juga nasib pembangunan infrastruktur di masa pemerintahn SBY-JK selalu masih dalam taraf nyaris tak terdengar…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar