UTAMA | | POJOK ARIE |

28 Januari 2008

Jejak Soeharto di Rumah Sakit

Berpulangnya Mantan Presiden Soeharto di usianya ke-86 tahun pada Minggu siang 27 Januari 2008 menjadi klimaks perjuangan Soeharto melawan serangan penyakit yang terus menderanya. Terutama setelah Soeharto dipaksa lengser dari jabatan presiden pada tahun 1998.

Sejak lengser dari jabatan Presiden pada 21 Mei 1998, Soeharto yang lahir di Desa Kemusuk, Argomulyo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), 8 Juni 1921, telah beberapa kali dirawat di rumah sakit karena berbagai penyakit seperti, pendarahan usus, jantung, dan paru-paru.

Berikut riwayat kesehatan Sang Jenderal setelah beliau lengser

Tahun 1999

20 Juli 1999: Pasca-lengser dari jabatan Presiden, Soeharto masuk rumah sakit RSPP untuk yang pertama kalinya karena didiagnosa stroke ringan. Pada 30 Juli 1999, Tim Dokter Kepresidenan mengizinkan Soeharto pulang. Wajahnya masih pucat dan mengenakan baju gamis warna putih dan sarung ketika ia keluar dari RSPP pukul 10.50 WIB menggunakan kursi roda.

14 Agustus 1999: Tim Dokter yang memeriksa Soeharto di kediamannya di Jalan Cendana mendeteksi pendarahan di usus Soeharto. Ia kemudian dilarikan ke RSPP sekitar pukul 09:00 WIB.

Tahun 2000

10 Agustus 2000: Soeharto melakukan pemeriksaaan rutin di RSPP, khususnya pemeriksaan paru-paru.Pemeriksaan berlangsung Kamis pukul 21.15 WIB sampai 22.00 WIB. Setelah pemeriksaan, Soeharto segera pulang.

Tahun 2001:

24 Februari 2001: Soeharto kembali dirawat di RSPP untuk menjalani operasi usus buntu. Semula, mantan penguasa rezim Orde Baru ini hanya menjalani pemeriksaan (check up) rutin pada Sabtu pagi sekitar pukul 09.00 WIB, namun dokter di rumah sakit itu minta Soeharto dirawat inap untuk tiga sampai empat hari mendatang.

13 Juni 2001: Soeharto menjalani operasi pemasangan alat pacu jantung permanen RSPP. Dokter Ahli Bedah, Miftah Suryodiprojo, dan Ahli Jantung, dr Juniarti, menjelaskan bahwa operasi pemasangan alat pacu jantung ke dalam bagian dada depan Pak Harto berlangsung lancar. Operasi dilakukan mulai pukul 07:00 WIB sampai 08:00 WIB dengan dibantu oleh tim dokter dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. Dengan dilengkapi alat pacu jantung yang berbentuk baterai kecil seberat 20 gram yang kemudian baterai itu dihubungkan dengan bilik kanan jantung Pak Harto menjadikan denyut jantung meningkat dibandingkan sebelumnya sekitar 26 kali per menit menjadi 70 kali per menit. Setelah pemasangan alat pacu jantung berhasil Soeharto meninggalkan RSPP pada 15 Juni sekitar pukul 09.15 WIB. Ia didampingi putra putrinya, antara lain Sigit Harjojudanto, Ny. Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut), Ny. Siti Hediyati (Titiek), Ny. Siti Hutami Hadiningsing (Mamiek), dan Bambang Trihatmodjo.

17 Desember 2001: Soeharto dirawat di Lantai VI Ruang F RSPP Pertamina. Ketua Tim Dokter Ahli Kepresidenan, Dr Kunendro, mengatakan bahwa Pak Harto menderita radang paru-paru, sesak nafas, dan panas. Namun karena usia Soeharto yang sudah tua menyebabkan penyakitnya menjadi lebih berat.

Tahun 2002

12 Agustus 2002: Tim Dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang ditunjuk sebagai tim independen untuk memeriksa kesehatan mantan Presiden Soeharto menyatakan, daya ingat penguasa Orde Baru itu sangat lamban dan kerapkali mudah kesal. Tim dokter RSCM yang dipimpin DR dr Akhmal Taher saat memberikan keterangan bersama Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung saat itu, Barman Zahir, dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), YW Mere, di pengadilan kasus korupsi HM Soeharto menyatakan, Pak Harto mudah kesal karena sering tidak mampu mengemukakan apa yang ada dipikirannya.

Soeharto juga mengalami kesulitan berbicara dan tidak mampu menjawab pertanyaan lebih dari empat kata. Soeharto juga mengalami kesulitan membaca, karena bila membaca lebih dari lima kata, maka pasti ada kata yang tertinggal, dan jika mampu membaca lebih dari empat kata pasti diikuti oleh pengulangan-pengulangan.

Pemeriksaan terhadap mantan Presiden itu merupakan perintah Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasinya yang memerintahkan JPU mengadakan pengobatan dan perawatan terhadap Soeharto sampai sembuh.

Apabila Soeharto sembuh, katanya, penguasa ia dihadapkan kembali ke persidangan dalam kaitan kasus penyalahgunaan dana yayasan yang dipimpinnya.

Tahun 2004


26 April 2004, Soeharto yang saat itu berusia 83 tahun menjalani perawatan di RSPP Jakarta setelah menjalani pemeriksaan kesehatan (medical check up) lantaran masalah saluran pencernaan.

Soehardjo, salah seorang kerabat dekat keluarga HM Soeharto, mengatakan bahwa Pak Harto juga kelelahan setelah melakukan ziarah ke makam Ibu Tien Soeharto di Solo, Jawa Tengah, sehari sebelumnya.

Selain itu, Pak Harto sempat pula mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah. "Di makam Ibu Tien, beliau sempat berjalan kaki menaiki tanjakan sekitar 250 meter, sehingga membuat kelelahan. Pihak keluarga pada sore ini memutuskan beliau menjalani check up dan rawat inap di rumah sakit yang mungkin hanya dua hari saja," ujarnya.

5 Mei 2004:
Pak Harto kondisi kesehatannya membaik sehingga tim dokter mengijinkan pulang dari RSPP sekitar pukul 09.30 WIB. Ketua tim dokter pemeriksaan RSPP saat itu, Prof Dr Djoko Rahardjo, dan dr Winarni Hudoyo, mengatakan bahwa sakit pendarahan pada usus besar Pak Harto telah mengering.

Kandungan haemoglobin dalam darah Pak Harto telah normal 11 gram/deciliter (dl), sedang saat masuk perawatatan ke RSPP (26/4) kadar haemoglobin hanya 6 gram/dl.

Dr Winarni Sp.PD menambahkan, Pak Harto sejak masuk ke RSPP mengalami pendarahan pada usus besar, sehingga diberi transfusi darah untuk memulihkan kadar haemoglobin darah yang saat itu hanya 6 gram/dl, dan pada (2/5) telah mendekati normal 10 gram/dl.

Tahun 2005

7 Mei 2005: Soeharto telah tiga hari mendapat pengawasan secara intensif karena fungsi saluran pencernaannya terganggu. Anggota tim dokter RSPP yang menawasi secara intensif, Prof dr Bob Satyanegara, mengatakan bahwa kondisi mantan Presiden Soeharto saat itu sudah membaik.

Tim dokter yang menangani Pak Harto, antara lain dokter spesialis syarat, jantung, internis, radiologi, dan endoskopi.

11 Mei 2005: atau setelah dirawat selama tujuh karena pendarahan pada saluran pencernaan, Soeharto diizinkan pulang oleh pihak rumah sakit. Ia meninggalkan rumah sakit sekira pukul 17.00 WIB, meskipun kondisinya masih belum sepenuhnya pulih.

Menurut keterangan tim dokter yang menangani Soeharto, saat itu pendarahan saluran pencernaan sudah dapat diatasi, HB sel darah merahnya sudah ada perbaikan, naik dari 7,00 gram persen menjadi 11,6 gram persen.

Namun demikian, tim dokter menyebutkan bahwa pemulihan organ-organ vital lainnya, yakni otak, jantung, paru-paru dan ginjal masih belum optimal, sehingga Pak Harto masih memerlukan perawatan intensif dan observasi yang ketat.

4 November 2005: Bertepatan hari kedua Lebaran 2005, tepatnya pada Jumat pukul 16.00 WIB, Soeharto dirawat RSPP karena mengalami pendarahan pada saluran pencernaan dan akibat pendarahan tersebut kadar hemoglobinnya menurun.

Tanggal 6 November 2005, sekitar pukul 09.25 WIB, Soeharto diperkenankan meninggalkan rumah sakit. Saat meninggalkan rumah sakit tersebut, Pak Harto yang mengenakan kemeja batik berwarna gelap itu menggunakan kursi sambil memegang tongkat, didampingi putri sulungnya, Ny. Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut).

Sementara itu, salah seorang dokter yang merawat mantan Presiden Soeharto, dr Haryanto Reksodiputro, kepada wartawan mengatakan bahwa kondisi Pak Harto sudah membaik setelah dua kali menjalani transfusi darah.

Tahun 2006

4 Mei 2006: Sekitar pukul 18.30 WIB, Pak Harto masuk RSPP untuk menjalani perawatan karena pendarahan usus, setelah dua hari sebelumnya sempat bertemu dengan mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia, Mahathir Mohammad, di kediaman keluarga Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta.

7 Mei 2006
anggota tim dokter Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), dr. Djoko Rahardjo, dokter yang menangani Pak Harto memasang klonoskopi untuk mencari sumber perdarahan. Pada 28 Mei 2006 kondisi Soeharto semakin membaik, dan 31 Mei 2006 diizinkan meninggalkan RSPP.


Tahun 2008

Awal tahun 2008, Jumat (4/12) pukul 14.15 WIB, Soeharto kembali harus dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) karena kadar hemoglobin rendah, tekanan darah turun dan ada penimbunan cairan sehingga tubuh membengkak. Penguasa Orde Baru (Orba) itu menempati ruang "president suite" Nomor 536 di lantai lima gedung RSPP.

Saat memberikan keterangan kepada pers pada Jumat malam, pejabat sementara Direktur RSPP, dr Djoko Sanjoto, mengatakan bahwa Presiden RI Periode 1966-1998 itu sejak lima hari yang lalu mengeluh tubuhnya lemas.

"Setelah diperiksa, ternyata kadar hemoglobinnya rendah, tekanan darahnya turun dan ada `oedem` atau penimbunan cairan sehingga tubuhnya membengkak," kata Sanjoto yang pada kesempatan itu didampingi Prof. Djoko Rahardjo, ketua tim dokter yang menangani Soeharto. Selama di dirawat di RSPP kondisi kesehatan Soeharto sangat fluktuatif. dan kondisinya selalu dalam keadaan kritis. Bahkan sejak hari kesembilan perawatannya, Soeharto mengalami kritis. Tiga organ vital yaitu jantung, paru-paru dan ginjal gagal bekerja. Dokter emasang alat Bantu pernapasan (ventilator) dan diberi obat tibur. Sejak itu, Soeharto mulai bergantung kepada alat-alat bantu medis untuk menunjang kehidupannya, baik untuk jantungnya, paru-paru maupun ginjalnya.

Pada 13 Januari, Soeharto kritis lagi. Semua fungsi organ mundur. Dokter menyatakan peluang sembuh pasiennya 50:50. Sepuluh hari kemudian kondisi membaik, seorang dokter menyatakan Soeharto bisa pulang dalam dua atau tiga hari lagi.

Hari ke-24, Minggu 27 Januari 2007 pukul 13:10 mantan Presiden Soeharto wafat. Dr Djoko Sanjoto, Pjs Direktur RSPP yang juga dokter yang ikut merawat Soeharto menyatakan, kematian Soeharto pada pukul ini disebabkan karena kegagalan multi organ (failure multy organ). "Ya jantung, ginjal dan paru-paru," kata dia. Infeksi yang telalu lama, lanjutnya, juga menjadi penyebab meninggal dalam keadaa tak sadarkan diri.

Tekanan darah terakhir Soeharto, kata Djoko, mencapai 60/30 mmHg. Menurut Djoko, dua hari yang lalu kondisi Soeharto memang sempat membaik. "Ia bisa mengangguk," kata dia.

Haryono Suyono, kolega Soeharto mengatakan Soeharto menutup usianya tanpa meninggalkan kata-kata terakhir. "Beliau tidak sadar diri, meninggal dengan sangat tenang," katanya dengan mata berkaca-kaca.Ia menambahkan, saat Soeharto wafat anak-anak Soeharto lengkap ada di sisi mantan Presiden RI Kedua ituLantunan tahlil, surat Yasin dan semua bacaan menyambut ajal dibacakan seluruh keluarga menjelang Soeharto menutup mata terakhir kalinya pada pukul 13:13. (Anis Adinizam)

Tidak ada komentar: