UTAMA | | POJOK ARIE |

11 Februari 2008

Menyoal tentang Kesejahteraan di Era Reformasi

Oleh Lestari Budhiastuti
Lembaga Riset Informasi


Setelah 10 tahun proses Reformasi berjalan, sudahkah terjadi perubahan yang signifikan terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia pada umumnya? Itulah pertanyaan yang ingin dijawab di dalam artikel ini.

Survei jajak pendapat johanspolling yang dilakukan oleh Lembaga Riset Informasi (LRI) pada tanggal 18-24 Desember 2007 menemukan satu hal yang sangat menarik tentang peta kesejahteraan masyarakat Indonesia (dilihat dari tingkat penghasilan dan pengeluaran). Jajak pendapat tersebut berhasil menjaring data penghasilan dan pengeluaran masyarakat Indonesia di 33 provinsi yang diwakili oleh 1632 responden.

Tabel 1: Tabel Penghasilan dan Pengeluaran Responden tiap bulan



Data pada tabel 1 di atas menunjukkan bahwa dengan tingkat penghasilan sebesar < 500rb tiap bulan, sekitar 83,5% responden mempunyai angka pengeluaran sama dengan penghasilannya. Sisanya (16,5%) mempunyai angka pengeluaran lebih besar daripada penghasilannya. Ketika ditanya lebih lanjut, mayoritas responden mengatakan bahwa untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari ditutupi dengan berhutang.

Di kelompok kedua, yaitu kelompok berpenghasilan 500rb – 1jt tiap bulan, sekitar 76,1% responden mempunyai angka pengeluaran sama dengan penghasilannya dan hanya 17,4% melakukan pengeluaran lebih kecil daripada penghasilannya.

Dibanding dengan kelompok pertama, persentase masyarakat yang mempunyai angka pengeluaran di atas penghasilannya pada kelompok ini lebih kecil bila dibandingkan dengan kelompok sebelumnya. Bila pada kelompok penghasilan <500rb tiap bulan persentase yang mempunhyai angka pengeluaran lebih besar daripada penghasilannya mencapai 16,5%, maka pada kelompok penghasilan 500rb – 1jt persentase yang mempunyai angka pengeluaran lebih besar daripada penghasilannya hanya 6,5%.

Kelompok ketiga adalah kelompok masyarakat berpenghasilan 1jt – 2jt tiap bulan. Persentase jumlah orang yang mempunyai angka pengeluaran di atas penghasilannya sebesar kurang lebih separoh dari kelompok kedua (3,9%). Sementara itu, untuk persentase jumlah orang yang mempunyai angka pengeluaran di bawah penghasilannya mencapai 35,1%.

Untuk kelompok berpenghasilan 2jt – 3jt tiap bulan, hanya sekitar 3,0% yang mempunyai angka pengeluaran lebih besar daripada penghasilannya. Untuk kelompok berpenghasilan berikutnya yaitu 2jt – 3jt tiap bulan dan >4jt tiap bulan, persentase masyarakat yang mempunyai angka pengeluaran di bawah penghasilannya adalah masing-masing sebesar 58% dan 61,5%.

Selain angka-angka dan persentase penghasilan dan pengeluaran, data pada Tabel 1 juga menunjukkan kondisi riil masyarakat Indonesia dimana mayoritas dari mereka memiliki penghasilan antara <500rb – 1jt tiap bulannya (59,8%). Besarnya angka pengeluaran bila dibandingkan dengan penghasilan yang dimiliki oleh kelompok ini mengakibatkan minimnya atau tiadanya uang untuk disimpan. Ini berbeda dengan kelompok-kelompok lain yang telah mampu melakukan simpanan terhadap sebagian dari angka penghasilan mereka. Keadaan ini menjadikan kelompok berpenghasilan <500rb – 1jt sangat rentan terhadap gejolak harga bahan pokok. Instabilitas dan lonjakan harga bahan pokok yang selama ini terjadi telah menjadi mimpi buruk bagi mereka. Oleh karena itu, sangat wajar apabila di dalam survei yang dilakukan oleh LRI (johanspolling), mayoritas responden menyatakan bahwa perbaikan ekonomi menjadi prioritas utama bagi siapapun yang akan terpilih menjadi Presiden Indonesia pada pemilu tahun 2009 nanti.

Tabel 2: Prioritas permasalahan yang harus diselesaikan oleh Presiden terpilih 2009



Dengan hasil survei seperti tergambar pada tabel 2, sangat diharapkan bahwa pemerintah yang ada sekarang dan pemerintah yang akan terbentuk pasca pemilu 2009 nanti menjadikan ekonomi sebagai masalah utama yang harus dibenahi. Bagi pemerintahan Presiden SBY, sisa waktu yang ada saat ini harus dimaksimalkan untuk merubah keadaan. Amanat Undang-Undang Dasar untuk mensejahterakan rakyat harus bisa diwujudkan dan kerja keras tim ekonomi pemerintah dalam meredam gejolak harga, khususnya terhadap harga bahan-bahan kebutuhan pokok, sangat diperlukan untuk menghindari keadaan yang lebih parah. Dibutuhkan keseriusan pemerintah dalam menangani tingkat supply (penawaran) dan distribusi barang-barang pokok di seluruh wilayah Indonesia.

Apabila gejolak harga bahan-bahan kebutuhan pokok terus terjadi, maka pemerintah akan dianggap gagal dalam menangani masalah ekonomi karena bagi kelompok ini (kelompok berpenghasilan <500 ribu – 1juta) kestabilan harga bahan-bahan pokok jauh lebih penting artinya dibandingkan dengan kestabilan indikator makro (tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap USD, dll) sebagaimana yang selama ini digembar-gemborkan oleh pemerintah.

Pada akhirnya, setelah 10 tahun rakyat Indonesia terlepas dari genggaman rezim militer dibawah pimpinan Jenderal Suharto, harapan untuk menikmati kehidupan ekonomi yang lebih baik di era demokrasi saat ini masih jauh dari kenyataan. Kondisi ekonomi yang tadinya diharapkan akan membaik dengan bergantinya rezim ternyata belum terwujud. Kehidupan politik yang lebih demokratis ternyata belum mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap perbaikan kehidupan ekonomi bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Hidup ternyata menjadi lebih sulit setelah adanya reformasi.

Tidak ada komentar: